Selasa, 19 April 2016

Kisah Legenda Calonarang

Petilasan calonarang yang hidup saat zaman Raja Airlangga masih bisa ditemui hingga saat ini. 
Calonarang ini diceritakan sebagai sebagai seorang rondo (janda) yang menguasai ilmu hitam dan penganut aliran durga yang sakti dan jahat. 
Ia dijuluki “Rondo Naten Girah” (janda yang tinggal di Girah). 
Karena sangat jahat, warga menamainya Calonarang. 
Ia juga mempunyai banyak murid, yang semuanya adalah perempuan.
Kemarahan Calonarang menyebebkan grubug (wabah) di kerajaan Airlangga. 
Diceritakan rakyat Kerajaan Kediri disiang harinya yang ramai seperti biasanya. 
Tidak ada terasa hal-hal aneh atau pertanda aneh di siang hari tersebut. 
Kegiatan masyarakat berlangsung dari pagi sampai sore, bahkan sampai malam hari. 
Pada malam hari masyarakat yang senang matembang atau bernyanyi melakukan kegiatannya sampai malam. 
Demikian pula dengan seka gong latihan sampai malam di Balai Banjar. 
Suasananya nyaman, tentram, dan damai sangat terasa ketika itu.
Setelah tengah malam tiba, semua masyarakat telah beristirahat tidur. 
Suasananya menjadi gelap dan sunyi senyap, ditambah lagi pada  hari tersebut adalah hari Kajeng Kliwon. 
Suatu hari yang dianggap kramat bagi masyarakat. 
Masyarakat biasanya pantang pergi sampai larut malam pada hari Kajeng Kliwon. 
Karena hari tersebut dianggap sebagai hari yang angker. 
Sehingga penduduk tidak ada yang berani keluar sampai larut malam.
Ketika penduduk rakyat Kediri tertidur lelap di tengah malam, ketika itulah para murid atau sisya Ibu Calonarang yang sudah menjadi leak datang ke Desa-desa wilayah pesisir Kerajan Kediri. 
Sinar beraneka warna bertebaran di angkasa. Desa-desa pesisir bagaikan dibakar dari angkasa. Ketika itu, penduduk desa sedang tidur lelap. 
Kemudian dengan kedatangan pasukan leak tersebut, tiba- tiba saja penduduk desa merasakan udara menjadi panas yang membuat tidur mereka menjadi gelisah. 
Para anak-anak yang gelisah, dan terdengar tangis para bayi di tengah malam. 
Lolongan anjing saling bersahutan seketika. 
Demikian pula suara goak atau burung gagak terdengar di tengah malam. 
Ketika itu sudah terasa ada yang aneh dan ganjil saat itu. 
Ditambah lagi dengan adanya bunyi kodok darat yang ramai, padahal ketika itu adalah musim kering. 
Demikian pula tokek pun ribut saling bersahutan seakan-akan memberitahukan sesuatu kepada penduduk desa. 
Mendengar dan mengalami suatu yang ganjil tersebut, masyarakat menjadi ketakutan, dan tidak ada yang berani keluar.
Endih atau api jadi-jadian yang berjumlah banyak di angkasa kemudian turun menuju jalan-jalan dan rumah-rumah penduduk desa. 
Api sebesar sangkar ayam mendarat di perempatan jalan desa, dan diikuti oleh api kecil-kecil warna-warni. 
Setelah itu para leakyang tadinya terbang berwujud endih, kemudian setelah dibawah berubah wujud menjadi leak beraneka rupa, dan berkeliaran di jalan jalan desa.
Para leak di malam itu telah menyebarkan penyakit grubug di desa-desa wilayah pesisir Kerajaan Kediri. 
Setelah beberapa hari mengalami kepanikan, kebingungan danketakutan, akhirnya para prajuru desa atau pengurus desa, para pengelingsir atau tetua dan para pemangku mengadakan pertemuan di salah satu balai banjar di desa Girah. 
Pada intinya mereka membicarakan mangenai masalah atay penyakit gerubug yang menyerang desa-desa pesisir Kerajan Kediri. 
Raja Kediri setelah mengetahui kejadian ini menjadi sangat murka.
Diceritakan Ki Patih Madri sebagai utusan raja telah mengumpulkan tokoh masyarakat dan penduduk yang mempunyai ilmu kanuragan atau ilmu kewisesan. 
Mereka semua dikumpulkan di Istana dan diberikan pengarahan mengenai rencana penyerangan ke tempat Ratu Leak di Desa Girah menggempur Calonarang di malam hari.
Karena kesaktian Calonarang maka serangan dari pihak Kediri yang dipimpin Ki Patih Madri telah diketahui sebelumnya. 
Sehingga Calonarang dengan mudah mengalahkannya. 
Dengan kalahnya Patih Madri melawan Nyi Larung murid Calonarang, maka Raja Kediri sangat panic sehingga Raja Kediri memanggil seorang Bagawanta (Rohaniawan Kerjaan) yaitu Pendeta Kerajaan Kediri yang bernama Empu Bharadah yang situgaskan oleh Raja untuk mengatasi gerubug sebagai ulah onar si Ratu Leak Calonarang.
Empu Bharadah lalu mengatur siasat dengan cara Empu Bahula putra Empu Bharadahdi tugaskan untuk mengawini Diah Ratna Mengali agar berhasil mencuri rahasia ilmu pengeleakan milik janda sakti itu.
Empu Bahula berhasil mencuri buku lontar yang bertuliskan aksara Bali yang menguraikan tentang teknik-teknik pengeleakan. 
Setelah Ibu Calonarang mengetahui bahwa dirinya telah diperdaya oleh Empu Bharadah dengan memenfaatkan putranya Empu Bahula untuk pura-pura kawin dengan putrinya sehingga berhasil mencuri buku ilmu pengeleakan milik Calonarang.
Ibu Calonarang sangat marah dan menantang Empu Bharadah untuk perang tanding pada malam hari di Setra Ganda Mayu yaitu sebuah kuburan yang sangat luas yang ada diKerajan Kediri. 
Pertarungan pun terjadi dengan sangat seram dan dahsyat antara penguasa ilmu hitam yaitu Calonarang dibantu para sisya atau murid-murid dengan penguasa ilmu putih yaitu Empu Bharadah dibantu pasukan Balayuda Kediri, di Setra Ganda Mayu.
Pertempuran berlangsung sangat lama sehingga sampai pagi, dan karena ilmu hitam  mempunyai kekuatan hanya pada malam hari saja, maka setelah siang hari Ibu Calonarang akhirnya tidak kuat melawan Empu Bharadah. 
Calonarang terdesak dan sisyanya banyak yang tewas dalam pertempuran melawan Empu Bharadah dan Pasukan Balayuda Kediri. 
Calonarang tewas ketika ia berubah wujud menjadi garuda (Baca: Kisah Leak Garuda Anglayang) dan terkena bidikan senjata pusaka Jaga Satru oleh Empu Bharadah. Segera si garuda mengambil wujud kembali menjadi manusia sosok Calonarang. 
Ratu Leak Calonarang yang sakti mandra guna tidak berdaya dengan kesaktian senjata pusaka Jaga Satru Empu Bharadah. Dengan meninggalnya Ibu Calonarang maka bencana gerubug (wabah) yang melanda Kerajaan Kediri bisa teratasi.


Dari berbagai sumber (diantaranya baliaga)

0 komentar:

Posting Komentar