Selasa, 19 April 2016

Wong Samar,Tonya,Memedi

Dalam tulisan ini , kita akan berusaha mengingat masa-masa kecil dulu.
Desa kita dulu masih sangat alami, boleh dikatakan masih asri dengan pohon-pohonan yang tumbuh liar di  sana-sini.
Sungai-sungai masih bersih airnya, tidak seperti sekarang sudah airnya kotor, berwarna, bau lagi.
Dulu kita masih bisa bermain-main di air dengan leluasanya, mau pagi, siang atau sore rasanya sangat segar dan menggembirakan.
Namun sekarang jangan harap bisa begitu lagi, sebab tempat mandi dulu airnya sudah berisi limbah peternakan babi yang sudah tentu bisa menyebabkan gatal-gatal bila kita mandi di sana.
Pohon-pohon yang dulu rindang , sekarang sudah kebanyakan ditebang dengan alasan pembangunan rumah yang terus merangsek jauh ke pedalaman desa, bahkan abing-abing (pinggiran sungai) yang dulunya indah sekarang sudah menjadi villi-villa yang penuh dengan  pesona pariwisata.
Semuanya berubah,dan kita tidak bisa menyalahkannya, kayaknya cukup jadi penonton saja.

Dulu ketika masih kecil, kita sering dinasehati oleh orang tua kita untuk jangan bermain ditempat-tempat yang sunyi, sepi,  dan sedikit angker sendirian.
Katanya nanti engkebang Memedi ( disembunyikan memedi ).
Walaupaun sekarang kayaknya tempat-tempat angker sudah sedikit keberadaannya.
Maksudnya apa ? Pernah kakak sepupu penulis tiba-tiba hilang entah kemana ketika diajak mandi dikali dekat rumah.
Lama tak kembali (pagi hilang samapai sore ).
Orang tuanya sudah bingung dan berusaha mencari orang pintar agar anaknya ketahuan keberadaannya.
Penulis masih ingat banyak orang membantu, ada yang membawa sapu lidi, ada juga yang membawa gong kecil yang terus disuarakan ( istilahnya Neng-nengan), ada yang membawa sesajen berupa laklak tape ( kue Bali ) sambil memanggil-manggil nama  kakak yang hilang.
Itu dilakaukan dari pagi hingga menjelang sore hari.
Semua tempat-tempat tersembunyi yang biasa didatanginya  ketika bermain berusaha dilacak,Tapi nihil, belum juga ketemu.
Semua sudah putus asa, ibunya menangis tak kuasa menahan kesedihan yang amat dalam.
Tiba-tiba di saat orang-orang sedang kelimpungan dia nongol sendirian sambil tertawa-tawa seolah tidak terjadi apa-apa.
Spontan semua kaget alang kepalang sambil memyebut namanya Bentir, bentir, bentir… semuanya gembira.
Hari itu langsung diadakan upacara penyambutan yang sederhana, sudah tentu dibarengi acara syukuran alias makan-makan.
Sebenarnya apa yang terjadi sungguh membingungkan.
Akhirnya  ditanya kemana saja dari pagi baru datang, sembunyi atau bagaimana, tanya orang-orang kepada  Kak Bentir.
Jawabannya sungguh mengagetkan,” Tadi mandi di kali kecil dekat rumah  di sana ada ikan besar-besar dan rasanya senang sekali”.
Tapi tadi  khan kita cari disana  sambil memanggil-manggil namamu kok tidak menyahut kenapa, tuli ? , “ Tadi saya lihat semuanya tapi tak ingin menyahut,  bingung kok saya dicari banyak orang.
“ Jawabnya dengan tenang.
Jadi tak ingin menyahut walaupun dipanggil-panggil namamu ? ,” Ya, entahlah.” jawabnya enteng.
Hal ini juga pernah terjadi pada saudara penulis di Sumbawa.
Hilang juga dan sampai sekarang tidak pernah kembali, entah kemana. Katanya  engkebang Memedi ( disembunyikan Memedi ), juga ada beberapa cerita yang lain yang juga cukup menarik untuk diperbincangkan terkait dengan hilangnya orang.
Ada juga cerita lain mengenai hilangnya alat-alat rumah tangga yang rasanya aneh bin ajaib, seperti tiba-tiba pisau dapur yang biasa dipakai kemudian ditaruh di tempat yang sudah biasa jadi hilang tiba-tiba.
Terus yang empunya pisau hanya berceloteh,” sire ngambil waliang, nyanan upahine je laklak tape .
” ( Siapa yang mengambil, tolong kembalikan,  nanti  diberi upah Kue laklak dan tape.) Tak berselang begitu lama pisau itu  sudah kembali ke tempat semula, padahal tadinya waktu hilang sudah dicariin di tempat ditemukan tadi.
Begitu juga ada kehilangan cangkul, palu, dan yang lainnya. Aneh…? Tidak !! Kenapa  ? karena sudah tentu dunia ini penuh dengan berbagai ciptanNya yang sudah tentu tidak semua kita mengerti.
Ada Memedi, Tonya, atau Wong Samar.
Sebenarnya apa mereka itu. Itu  ciptaan Beliau yang sudah tentu punya alam masing-masing.
Kita manusia biasa yang tidak memliki kemampuan tertentu tidak akan bisa melihat, apa lagi mengerti.
Terus bagaimana caranya mengerti, ya bertanya pada yang mengetahuinya.
Kebetulan penulis punya teman yang memang mempunyai  kemampuan tersebut, alias bisa berkomunikasi dengan mereka-mereka itu.
Namanya Kakek  Dukuh, asalnya dari Ubud. Penulis berusaha bertanya dan menggali dari awal sampai akhir tentang kisah hidup beliau.
Beliau dulu adalah pelaku pariwisata, berjualan barang-barang seperti patung, kipas, lukisan dengan cara diacung( dijajakan kepada tourist).
Tapi karena salah menagement beliau bangkrut dan punya hutang banyak.
Sampai-sampai  beliau lupa makan saking bingungya, habis dicari terus sama yang punya uang tempatnya berhutang.
Beliau sering tidak makan sehinggapikiranpun jadi kalut.
Akhirnya ada orang yang membantu tiba-tiba sehingga hutang jadi lunas dan pekak itupun kembali menemukan kehidupannya kembali.
Mula-mula pekak itu tidak tahu  kalau yang menolongnya itu, apa yang disebut orang Wong samar, tapi lama-kelamaan ketahuan juga.
Bahkan pekak sampai punya istri di alam sana, walaupaun ketika ditanya punya anak tidak, Beliau Cuma nyengir dengan lucunya.
Dari beliaulah penulis mendapat informasi masalah Memedi, Tonya ,Maupun Wong Samar.
Memedi itu bentuknya seperti manusia Cuma rambutnya merah dan cukup menyeramkan.
Tinggalnya di pohon-pohon yang rindang seperti rumpun bamboo, beringin, atau pohon rindang lainnya.
Dia suka bergelantungan begitu saja.
Kalau tonya bentukny seperti manusia tapi pendek , paling tinggi kurang lebih sekitar satu meteran.
Perutnya besar, mukanya seperti bayi  tapi menyeramkan.
Tinggalnya  di sungai sungai yang airnya tidak lancar alias , megumblengan ( airnya di lubang-lubang dasar sungai ).
Sedangkan Wong Samar itu, Wong artinya manusia  samar artinya tidak kelihatan. Jadi sama seperti manusia kehidupannya.
Tinggi badan, bentuk, dan juga masalah kehidupan kemasyarakatannya persis manusia. Di sana ada pemimpin, Jero mangku, Peranda , dan lainnya.
Mereka ada yang baik ada juga sebaliknya, pokonya sama seperti manusia,  Cuma mereka tidak bisa kita lihat, dan hanya orang-orang tertentu yang bisa melihat seperti kakek dukuh ini.
Mereka kerap membantu orang-orang  yang mereka anggap perlu dibantu, atau ada yang meminta bantuan khusus kepada mereka atau atas titah Widhi mereka membantu.
Maka jangan heran bila sedang membuat pura yang diperkirarakan berhari-hari malah berbulan-bulan,  tiba-tiba selesai bisa dalam  beberapa hari saja.
Tiba-tiba perkerjaan yang berat jadi ringan, mungkin.
Mereka tinggal seperti manusia, ada rumah, ada jalan raya, dan sebagainya.
Cuma mereka tinggal di tempat tempat seperti di pinggiran sungai besar ( Abing).
Jadi kata Pekak dukuh,” Jro Mangku tuh rumah-rumah mereka sambil menunjuk ke pinggiran abing ( sungai ) lantas sungai besar itu adalah jalan raya.
Terus batu-batu besar di tengah sungai  rumah mereka , katanya. Ada pintu, ada atap walaupun kita melihat itu Cuma batu besar.
Kemudian di pohon-pohon besar juga demikian adanya.
Maka jangan heran orang sangat berhati-hati menebang pohon besar, karena mungkin saja itu merupakan tempat tinggal mereka,  bahkan kalau mau ditebang terkadang harus mendatangkan orang yang mampu berkomunikasi dengan mereka seperti Pekak Dukuh ini.
Pekak Dukuh ini  juga menceriterakan bagaimana beliau sering membantu orang mencari orang hilang.
,” Kalau masih satu dua jam , biasanya masih ditempatnya  hilang bisa dicari.
Tapi kalau sudah lewat tengah hari, wah sudah berpindah tempat , seperti kalau hilang di Denpasar, bisa jadi harus dicari ke Tabanan, itupun dengan bantuan teman Pekak ini  yang notabanenya wong samar.
Apalagi kalau yang hilang sudah senang di sana ,  sudah sempat memakai baju pemberian wong samar waduh  lebih baik dilupakakan saja, karena untuk kembali kealam manusia kayaknya sudah susah.
Waduh ngeri juga ya.. Ah biasa kayak berteman sesama manusia , Cuma terkadang membuat orang bingung bila tiba-tiba diajak bicara, sedangkan orang tidak tahu kita sedang bicara dengan siapa. Seperti saat diajak ngobrol, tiba-tiba pekak menyetop pembicaraan dengan menaikkan tangannya ke panulis,”Sebentar ada uyang mau bicara, “ katanya sambil bicara entah dengan siapa.
setelah itu beliau bicaralagi ke penulis, “ Sampai di sini saja tak boleh diceritakan semuanya, ada yang marah ,” katanya


Sumber: Jro Mangku (JM) Kuningan

0 komentar:

Posting Komentar